KOTA MANADO

Kota Manado adalah ibu kota dari provinsi Sulawesi Utara

BUBUR MANADO

Bubur Manado makanan khas kota manado

FUFU CAKALANG

Cakalang fufu adalah hidangan ikan cakalang olahan yang dibumbui, diasap dan dijepit dengan kerangka bambu

BUNAKEN

pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bunaken

Pakaian Adat Manado Sulawesi Utara

Busana Tonaas Wangko adalah baju kemeja lengan panjang berkerah tinggi, potongan baju lurus, berkancing tanpa saku.

Selasa, 20 Agustus 2013

PAKAIAN ADAT SULAWESI UTARA


Berbicara adat dan budaya Sulawesi Utara, kita tidak mungkin bisa dengan membicarakan satu suku sebagai perwakilan dari empat suku penduduk asli Sulawesi Utara. Keempat suku penduduk asli tersebut adalah; Suku bangsa Minahasa, Gorontalo, Sangir Talaud, dan Mongondow.  Ke empat suku bangsa ini memiliki adat istiadat tersendiri, meski dalam beberapa hal terdapat kesamaannya. Begitu pun ketika kita membicarakan pakaian adat. Tulisan ini akan mencoba memaparkan pakaian adat dari ke empat suku bangsa tersebut.
Sistematika tulisan ini, baiknya kita kategorikan pakaian adat dan perhiasan menurut fungsi dan kegunaannya saja, yakni; pakaian sehari-hari, pakaian upacara, dan pakaian upacara perkawinan. Agar kita mudah melihat ragam pembeda yang menjadi khas pada masing-masing daerah dan menemukan kesamaann di antara kekhasan tersebut. Karena jika kita membahas satu persatu dari keempat suku bangsa terebut, artikel ini tidak mungkin mampu menampung kekayaan makna yang terkandung dalam pakaian adat masyarakat Sulawesi Utara secara menyeluruh. Apalagi dengan hitungan populasi (BPS, 2010) jumlah penduduk 2.265.937 jiwa, dengan kepadatan 147,5/km², dan persentase suku bangsa asli Minahasa (30%), Sangir (19,8%),Mongondow (11,3%), Gorontalo (7,4%), dan keturunan Tionghoa (3%), kita akan benar-benar butuh ratusan halaman dan obserfasi lapangan.
Baiklah langsung saja kita bicara soal pakaian sehari-hari dari keempat suku bangsa penduduk asli Sulawesi Utara. Dalam masyarakat Gorontalo, pakaian sehari-hari mereka berbahan mentah dari kapas atau biasa disebut molinggolo dipintal menjadi benang, dan ditenun alias mohewo. Pola pakaian perempuan berbentuk kebaya dan tidak bermotif dan laki-laki kemeja lengan pendek. Sedangkan kain sarung dipakai oleh keduanya dan bermotif.
Pakaian sehari-hari masyarakat Bolaang Mangondow pada jaman dulu dibuat dari kulit kayu dan serta nenas yang direndam air beberapa hari ini kemudian dipukul-pukul dan seratnya dibuka. Serat itu diebut lanut yang kemudian ditenun dan menjadi lembaran kain. Tapi hari ini kain yang terbuat dari serat lanut sudah tidak ditemukan lagi, karena masyarakat Bolaang Mangondow telah menggunakan pakaian berbahan katun (kapas) sebagai pakaian sehari-hari mereka.
Seperti halnya masyarakat Bolaang Mangondow, suku bangsa Minahasa pada jaman dahulu telah menguasai pengetahuan dan keterampilan membuat kain dengan memanfaatkan kulit kayu dan dari sisanya yang bisa disebut manilahenep. Akan tetapi sekarang sudah tidak ditemukan lagi pakaian dari hasil kerajinan tangan tersebut. Hanya ada sejenis pakaian laki-laki yang bernama bajang di beberapa tempat. Namun pakai adat sehari-hari itu telah menggunakn kain hasil produksi pabrik yang bisa dibeli di toko-toko kain.
Semenetara pakaian sehari-hari tradisional masyarakat Sangihe dan Talaud, yakni pakaian yang terbuat dari kain kofo dan dapat dikatakan kini sudah tidak ada lagi.
Pakaian upacara masyarakat Gorontalo berfungsi untuk melihat status sesorang dalam upacara adat. Para pemangku adat atau bate-bate mengenakan sandang dengan pola dan motif yang berwarna; berbentuk kemeja kurung, celana pendek sebetis kaki (batik) yang biasa disebut talola bate. Sementara Jubah putih atau sandaria dipakai oleh pemimpin agama. Dan jas hitam, celana hitam adalah pakaian pejabat keamaan. Apabila kepala-kepala desa memakai kemeja batik bentuk baju kurung, celana putih pakai sarung dan ikan kepala alias payungu, menandakan bahwa mereka siap menjalankan perintah (mahiya pada waumatihimanga motubuhe tahilio lo ito Eya)
Dalam upacara adat, suku bangsa Bolaang Mangondow memakai pakaian adat yang terbuat dari bahan mentah kain katun dan tetoron. Untuk pakaian laki-laki bisanya disebut baniang. Sementara untuk perempuan disebut salu, untuk dibuat jadi kebaya, sarung, dan selendang.  Dalam upacara adat, laki-laki memakai destar semacam kain atau atau lenso yang diikat di kepala. Juga pomerus atau kain pelekat yang diikat pada pinggang. Sementara wanita memakai baju salu dengan pelengkap kain pelekat senket. Pada bagian dada dihiasi emas yang disebut hamunse.
Di Minahasa, pakaian upacara bagi laki-laki adalah jas (sepasang), dan atau cukup dengan memakai kemeja dengan pelengkap dasi. Bagi kaum perempuan pakaian mereka tidak lain berupa sarung kebaya atau yapon.
Bagi masyarakat Sangihe Talaud, seperangkat pakaian upacara yang biasa dikenakan terdiri dari baju panjang, ikat pinggang dan ikat kepala, dengan warna-warna dominan merah, hitam dan biru. Bentuk model pakaian tersebut hampir tidak terbedakan antara untuk laki-laki dan pempuan. Bentuknya menyerupai baju alian juhan  yang disebut “laku tepu”, pembeda diantara pakai laki-laki dan perempuan hanya panjangnya, bagi laki-laki hanya samapai pertengahan betis.
Mari kita kembali pada masyarakat Gorontalo. Dalam upacara perkawinan, suku bangsa Gorontalo memiliki pakaian adat uapacara perkawinan yang dinamakanurasipungu yang terdiri dari; kebaya pengantin perempuan terbuat dari kain saten dan diberi hiasan perak sepuhan. Sementara pengantin laki-laki mengenakan pakaian semacam kemeja kurung dari bahan yang sama dengan pengantin perempuan yang disebut kimunu. Kedua mempelai juga memakai kain sarung yang terbuat dari satin. Selain itu pelengkap berikutnya dalah Paluala yang berfungsi sebagai penutup kepala pengantin wanita yang terbuat dari kain satin dengan hiasan sunting atau biliu  yang terbuat dari perak. Hiasan lainnya adalah kecubu,  kain beludru dengan hiasan perak yang digantungkan pada leher pengantin wanita.
Dalam upacara perkawinan suku Bolaang Mangondow, pengantin wanita memakaisunting; semacam hiasan sanggul yang bahannya terdiri dari emas. Di dahi pengantin memakai hiasan yang disebut logis  yang terbuat dari benang hitam.
Kita langsung saja pada pakaian adat Sangihe Talaud yang secara umum, pakaian upacara perkawinan mereka hampir sama dengan upacar-upacara adat lainnya seperti perayaan hari raya “Mohobing Datu”, penasbihan tuknag besi, hari-hari istimewa dan para penari.
Awalnya, Propinsi Sulawesi Utara adalah empat wilayah administrasi yang terbagi berdasarkan empat wilayah suku bangsa yangtelah kita urai di atas. Namunkekinian, seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, Gorontalo dibentuk Propinsi sebagai pemekaran dari Propinsi Sulawesi Utara melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000. Maka wilayah Propinsi Sulawesi Utara meliputi; Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Sangihe dan Talaud dan Kab. Bolaang Mongondow.
Pada Tahun 2003 Propinsi Sulawesi Utara mengalami penambahan 3 Kabupaten dan 1 Kota lagi dengan Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten induk yaitu Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon serta Kabupaten Kepulauan Talaud. Kemudian tahun 2007 ketambahan lagi 4 lagi Kabupaten/Kota yakni Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bolmong Utara, Kab. Sitaro dan Kota Kotamobagu. Namun sejatinya, suku bangsa asli masyarakat Sulawesi Selatan adalah empat  suku bangsa di atas yang budaya dan adat istiadatnya patut kita perhatikan kelestariannya sebelum benar-benar dimusiumkan.

BUBUR MANADO


Tinutuan atau Bubur Manadoadalah makanan khas Indonesia dari Manado,Sulawesi Utara. Ada juga yang mengatakan tinutuan adalah makanan khas Minahasa,Sulawesi Utara. Tinutuan merupakan campuran berbagai macam sayuran, tidak mengandung daging, sehingga makanan ini bisa menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado. Tinutuan biasanya disajikan untuk sarapan pagi beserta berbagai pelengkap hidangannya.
Sejarah

Kata tinutuan tidak diketahui asalnya. Sejak kapan tinutuan menjadi makanan khas kota Manado tidak diketahui dengan jelas. Ada yang mengatakan tinutuan mulai ramai diperdagangkan di beberapa tempat di sudut kota Manado sejak tahun 1970. Ada juga yang mengatakan sejak tahun 1981.

Bahan pembuatan tinutuan sederhana. Tinutuan merupakan campuran berbagai macam sayuran yaitu labu kuning yang juga disebut sambiki, beras, singkong, bayam, kangkung, daun gedi,jagung,kemangi.
Tinutuan ini biasanya disajikan untuk sarapan pagi. Tinutuan dapat disajikan dengan ikan asin serta berbagai macam pelengkap hidangan .




Tinutuan, di Manado, disajikan dengan perkedel nike, sambal roa (rica roa, dabu-dabu roa), ikan cakalang fufu atau tuna asap, perkedel jagung. Tinutuan juga bisa disajikan dicampur dengan mie atau dengan sup kacang merah yang disebut brenebon.

Tinutuan yang disajikan bersama mie disebut midal, dimana akhiran dal tersebut berasal dari kata pedaal yakni nama lain untuk tinutuan khusus di wilayah Minahasa Selatan yang merupakan wilayah subetnis Tountemboan di Minahasa.

Tinutuan juga dapat dicampur dengan sup kacang merah yang disebut brenebon. Tinutuan yang dicampur dengan brenebon ini kadang juga ditambahkan tetelan sapi, yang konon dipercaya orang yang memakannya dapat menarik "roda" (gerobak). Pada komunitas Kristen di Manado, tinutuan yang dicampur dengan brenebon ini dapat juga disajikan khusus yaitu dengan ditambahkan kaki babi, biasanya pada acara khusus seperti acara tumpah makan yaitu pada hari pengucapan syukur di Manado.

Taman Laut Bunaken




Bunaken adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² di Teluk Manado, yang terletak di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pulau Bunaken dapat di tempuh dengan kapal cepat (speed boat) atau kapal sewaan dengan perjalanan sekitar 30 menit dari pelabuhan kota Manado. Di sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bunaken. Taman laut ini memiliki biodiversitas kelautan salah satu yang tertinggi di dunia. Selam scuba menarik banyak pengunjung ke pulau ini. 

Secara keseluruhan taman laut Bunaken meliputi area seluas 75.265 hektare dengan lima pulau yang berada di dalamnya, yakni Pulau Manado Tua (Manarauw), Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Mantehage berikut beberapa anak pulaunya, dan Pulau Naen. Meskipun meliputi area 75.265 hektare, lokasi penyelaman (diving) hanya terbatas di masing-masing pantai yang mengelilingi kelima pulau itu. Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut.




Di wilayah inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken. Sayang sekali akibat nama besarnya, banyak orang Indonesia yang bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya di Tanah Lumimuut, merasa telah mengenal dan tahu tentang Bunaken, bicara tentang Taman Nasional Bunaken, berarti berbicara tentang International Heritage and a miracle of Bunaken. Banyak peneliti dari luar negeri sangat menyayangkan kesalahan informasi dari Indonesia. Bunaken lebih daripada sekedar tahu dalam buku, Bunaken adalah pengalaman menyelam.